Tiger Mother, and So On (1)

http://maebookblog.blogspot.com

Buku yang membuat gempar media Barat ini memang sangat menyenangkan dibaca. Penulisannya renyah dan gurih, selain karena ia bersifat memoar yang jujur dan apa adanya. Kombinasi yang membuat melahap halaman demi halaman terasa nikmat. Ia menggoda saya menggeser pembacaan buku Asia Hemisfer Baru Dunia yang telah sepertiga bagian. Dan ia juga jauh lebih asyik untuk dibaca ketimbang The Shallows, tentu dengan diingat mereka adalah buku yang berbeda sama sekali sifatnya. Saking menyenangkannya, saya menghabiskan buku ini kurang dari seminggu. Walau begitu, bukan berarti ini adalah buku kacangan. Malah, pesan yang tersalurkan terasa kuat sekali. Soal nilai keluarga, pendidikan, arti sukses dan bahagia, kerja keras, dan terlebih, makna hidup. Jangan lupa, si Tiger Mom ini, Amy Chua, adalah John M. Duff Professor of Law di Yale Law School yang bergengsi itu.

Tiger Mom and Her Family

Sederhananya, ini sebuah memoar tentang cara Amy Chua mendidik kedua anaknya. Si sulung yang penurut dan kebanggaan keluarga, Sophia, dan adiknya yang “pemberontak”, Louisa “Lulu”. Suami sekaligus Bapak, Jed, jadi semacam tokoh dibalik layar yang tidak terlalu menonjol tetapi perannya bukanlah tidak penting. Omong-omong, Amy Chua ini keturunan China-Amerika, sedangkan Jed seorang Yahudi-Amerika. Sehingga anak mereka, kata Chua, adalah kelompok etnik yang eksotis. (hal. 6) Nanti Chua juga akan sedikit banyak menyinggung soal berbagai jenis stereotipe yang sering dilekatkan, entah positif atau negatif.

Sepanjang buku ini, akan berfokus pada metode pendidikan Chua, yang ia sebut “Ibu/Orangtua China” yang punya ciri: nilai anak harus sempurna, juara satu adalah hal yang tidak bisa ditawar, liburan musim apapun adalah berarti tetap berlatih musik selama berjam-berjam, anak harus patuh total pada orangtua and so on. Kontras dengan “Orangtua Barat” yang Chua anggap lembek dan terlalu memanjakan anak. Patut diingat, Chua menggunakan istilah “Ibu/Orangtua China” dan “Orangtua Barat” dalam artian sangat luas. Tidak semua orangtua China adalah “Ibu/Orangtua China” dan tidak semua orangtua Barat adalah “Orangtua Barat.” Intinya, siapa saja, tak peduli ia Korea, India, Jamaika, Irlandia, ataupun Ghana, yang memenuhi kriteria Chua (tegas, perfektionis, etc) adalah “Ibu/Orangtua China” demikian dengan “Orangtua Barat” (hal. 4). Oh yah, apakah saya sudah tuliskan bahwa menjadi “Ibu/Orangtua China” berarti membiarkan anak berumur tiga tahun dihukum di luar rumah ketika musim salju dengan suhu minus 6 derajat Celcius?

Secara hasil, metode ini berhasil bagi Sophia. Ia hampir-hampir menjadi yang terbaik di seluruh bidang. Sekolah ataupun musik. Termasuk debut piano di Carniege Hall di usia yang bahkan belum 14 tahun. Percayalah, ketika kita membaca bukunya, hal ini tidaklah semudah menuliskannya dalam beberapa kalimat. Ambil contoh instruksi latihan biola untuk Lulu (hal. 159) yang isinya semacam mantera seperti:

Cuma 55 menit! HALO LULU!!! Permainanmu hebat! Ringan! Ringan!!! RINGAN!!!. Misi APOLLO: Jaga posisi biola bertahan di tempat tanpa dipegang tangan, bahkan dibagian-bagian  lagu yang sulit. 15 menit: TANGGA NADA. Jari tinggi, ringan. Gesekan busur yang nyaring. RINGAN. 15 menit: Schradiek: (1) Jari lebih tinggi, lebih ringan. (2) Posisi tangan sedemikian sehingga kelingking selalu tegak dan melayang. Latih seluruhnya dengan menggunakan metronom sekali. Kemudian ULANGI bagian yang sulit, masing-masing 25 kali. Lalu mainkan seluruhnya sekali lagi. 15 menit: oktaf Kreutzer. Pilih SATU oktaf baru. Mulai mainkan perlahan-perlahan-INTONASI-2 kali.

Ehm, contoh instruksi latihan semacam ini menghabiskan hampir 4 halaman penuh dari buku, yang jangankan saya tulis disini, bacapun tak tega.

Lain Sophia, lain pula Lulu. Disini banyak yang merasa Lulu adalah karakter utamanya, karena pemberontakan terhadap ibunya. Anak tiga tahun yang di hukum berdiri ditengah salju, yap, itu Lulu. Nanti banyak pertempuran, teriakan, mungkin tidak sedikit bantingan, ataupun tangisan, yang menghiasi “percakapan” atau lebih tepat disebut perang, seperti dikatakan sendiri oleh Chua,” Mereka sama sekali tidak tahu tentang jam latihan di rumah yang berdarah-darah, tentang Lulu dan saya yang bertikai bagai binatang buas di hutan belantara–Macan lawan Babi Hutan–dan semakin dia melawan, semakin gencar saya melancarkan serangan.” (hal. 46)

Then What?

…to be continued.

Published by harryfebrian

a mediocre. love to read and write.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: