Katanya cinta itu manis bak madu. Picisan, walau ada betul tapi banyak salahnya juga.
Karena cinta tidak melulu soal manis. Dan yang manis juga bukan selalu soal cinta.
Maka saya bertanya, setelah kata tidak lagi terasa mesra, dan pelukan tidak memberi hangat seperti dulu, ada apa yang menunggu di balik itu?
Kualitas apa dalam cinta yang melampui semua kemanisan itu? Sehingga seorang berani, kalau bukan nekad, menghabiskan sisa hidup bersama wajah Yang Lain itu, meleburkan Saya-Kamu menjadi Kita. Sampai maut sendiri yang memisahkan.
Saya tidak tahu juga apa jawab pertanyaan ini.
Tapi kalau boleh mereka-reka masa depan, saya harap, jawaban itu bisa saya temui dalam kamu, atau sekurang-kurangnya, bersama kamu.
Kamu yang sekarang namanya pun saya tak tahu.
Yah, kamu.